Kamis, 16 Mei 2013

Hujan yang Berbeda dengan Sosok yang Berbeda


Sore itu, tepat pukul 4 Gita masih sibuk mengurusi seragamnya yang basah. Dia masih terjebak hujan di sekitaran jalan Solo. Hujan yang mengguyur kala itu membuat sejumlah pengendara sepeda motor yang tidak membawa jas hujan untuk berteduh di bawah pohon besar, letaknya tepat bersebelahan dengan Musium Affandi. Dia tak menggubris dengan orang-orang disekitarnya, ia menjauh dan lebih menyendiri. Seperti biasa.

Dari kejauhan seorang pria berkumis tipis mendekatinya. Dari penampilannya dia seperti anak teknik, rambutnya sedikit gondrong, kumisnya tipis, kulitnya tidak begitu putih namun juga tidak terlalu gelap, ya bisa dibilang pria ini manis. Gita sekilas memperhatikan pria tersebut yang baru saja datang untuk berteduh dibawah guyuran hujan. Pria itu tertunduk malu lalu berdiri di sebelah Gita.

Hening.
Mereka berdua terdiam sejenak.

Melihat hujan sederas ini, Gita seakan-akan dijebloskan oleh waktu menuju masa lalu. Hujan itu mampu membuat Gita mengingat masa lalunya. Banyak ia menghabiskan waktu bersama mantan kekasihnya dikala hujan. Bagi Gita hujan tidak hanya sebuah anugrah dari Sang Pencipta, namun hujan juga dapat membuat Gita kembali mengupas luka lama akan ingatan dia bersama mantan kekasihnya. Hubungan yang hanya seumur jagung itu pun kandas. Gita yang selama ini berusaha memperjuangkan hubungannya dengan Dawi (mantan kekasihnya) pun akhirnya berakhir menyedihkan. Lelah akan penantian, lelah akan kepastian, dan lelah segalanya Gita pun mengalah, dia melepaskan semuanya seakan tak peduli akan sikap mantan kekasihnya itu. Namun, sikap seseorang yang seakan tidak peduli itu bukan berarti ia benar-benar tak peduli apalagi dengan orang yang dia sayang.

Jam menunjukkan pukul 5.05. Sudah sejam lebih Gita berteduh di samping Musium Affandi. Bajunya basah, lusuh, mukanya pun kusam. Hari ini dia lupa membawa jaket, padahal biasanya Gita selalu membawa jaket ketika akan pergi kuliah. Saat ini Gita tercatat sebagai mahasiswa di Universitas Respati Yogyakarta. Dia kuliah di jurusan Ahli Gizi, jadiah dia setiap hari mengenakan pakaian seragam. Berbeda dengan mahasiswa lainnya.


"Kok basah banget ?" kata pria manis di samping Gita

"Iya, tadi lupa gak bawa jaket. Jadinya basah semua gini deh hehe" jawba Gita dengan sedikit terkejut

"Kenalin nama aku Ardy"

Dengan sigap pria itu pun mengulurkan tangannya.

"Oh, aku Gita"

Mereka bertatapan.
Gita merasakan aliran darahnya langsung menuju otak. Senyum pria itu ... seperti senyum yang pernah ia kenal.

"Tangan kamu dingin banget" kata Gita

"Iya, tangannya lupa dijaketin sih".

Ardy pun mulai mencairkan suasana.
Gita yang saat itu kurang percaya diri dengan penampilannya lebih banyak menunduk dan tersenyum malu ketika berbincang-bincang dengan Ardy.
Gita memikirkan sesuatu. Ia nyaman ketika Ardy banyak bercerita tentang dirinya. Dia pria yang cerdas pikir Gita. Ardy ternyata tercatat sebagai mahasiswa Teknik Migas di UPNYK. Dari cara Ardy berbicara dia adalah anak yang tanggap dan smart. Gita seakan berubah menjadi pendengar yang baik dan sangat sabar, jauh dari sikap asli Gita yang seakan cuek dan tidak perduli dengan lingkungan semenjak dia diputuskan oleh mantan kekasihnya itu.

Apa yang Gita rasakan?
Apa ini yang disebut jodoh? Entah asalnya dari mana dan waktu yang tidak diduga seseorang bisa menjadi sangat dekat dengan seseorang yang baru ia kenal. Itu mustahil. Apalagi dengan sifat Gita yang cuek dan seakan tidak perduli dengan apa pun yang terjadi. Dia berubah 180 derajat. Namun faktanya, Gita merasa sangat nyaman serta merasa ada pengisi hatinya saat berbicara dengan Ardy. Ini memang singkat. Ini memang instan. Tapi semuanya gak ada yang nggak mungkin kan?

Apa ini yang dinamakan kagum pada pandangan pertama?
Gita tidak percaya akan istilah "cinta pada pandangan pertama" karena baginya ketertarikan awal dengan seseorang tidak mungkin akan langsung menimbulkan cinta. Cinta itu butuh proses dan tidak instan. Mungkin kagum kebih tepat disandingkan dengan istilah ini.

Hujan pun reda sedikit demi sedikit. Gita dan Ardy pun bersiap-siap untuk kembali melanjutkan perjalan mereka ke kos masing-masing. Gita merasa sore saat itu berbeda dari biasanya. Dia menghabiskan sore itu bersama seseorang yang baru ia kenal. Seseorang yang senyumnya telah tersimpan rapi dalam memori otak Gita. Dan seseorang yang sanggup membuat hatinya merasa nyaman.

Ardy yang telah siap dan segera ingin meninggalkan tempat itu.
"Git, aku duluan ya"

"Oh, iya. Kamu hati-hati di jalan. Ntar kebawa arus haha" jawab Gita dengan senyum termanisnya.

"Iya, kamu juga hati-hati. Lain kali bawa jaket biar ga basah kayak gitu seragamnya" pesan Ardy sebelum meninggalkan tempat itu.

"Iya siap!" jawba Gita dengan lantangnya.

Baru ini ada sosok pria yang perhatian selain ayahnya. Ya semenjak Dawi memutuskan hubungan dengannya.
Gita pun memandangi Ardy sampai sosok Ardy hilang dari pandangannya. Satu hal, mereka berdua lupa untuk menukarkan nomor telepon. Gita pun berharap hujan yang akan datang akan mempertemukannya dengan sosok Ardy lagi.

Hujan kali ini beda.
Berbeda karena sosok yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar